Cinta memang buta, love is blind. Bahasa cinta adalah bahasa universal, yang setiap orang, tidak peduli orang berpendidikan ataupun gelandangan, orang kaya maupun orang papa, pria maupun wanita tentu mengenal bahasa cinta ini. Bahkan –maaf- hewan pun akan mengerti bahasa cinta ini...yaiyalah, itu kan salah satu insting yang telah di anugrahkan oleh Tuhan bagi makhluk ciptaanNYA, untuk mempertahankan keturunannya.
Nah kalo versi saya, saya lebih suka menerjemahkan cinta itu buta dengan kesederhanaan cinta itu sendiri, sehingga orang buta pun bisa memahami cinta. Istilah extrimnya sich, orang yang tidak berpendidikan sekalipun bisa menterjemahkan (minimal merasakan) apa itu cinta.
Secara default, manusia akan dengan mudah membicarakan cinta, hubungan lawan jenis, sayang, dan sebangsa-bangsanya; tidak peduli seberapapun tingkat pendidikan, atau strata sosialnya. Sedangkan untuk pembicaraan topik lain, misal politik, agama, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, orang itu tentu harus memiliki kualifikasi atau pengetahuan tertentu, betul tidak? Jadi sepertinya pengetahuan tentang cinta ini seolah sudah given ke setiap manusia, luar biasa bukan?
Namun, sangat disayangkan, bagi sebagian besar orang yang terlalu mengagungkan cinta ini. Apa pasal? Tuhan, sebagai pencipta kita semua, termasuk pencipta rasa cinta itu sendiri telah menetapkan rambu-rambu dalam me-manage rasa cinta tersebut. Rasa cinta secara default adalah suci, namun ia akan ternoda, ketika rasa cinta tersebut menyebabkan terjadinya kesalahan dan kemaksiatan, bahkan menyebabkan pelaku cinta tersebut berpaling dari wajahNYA. Padahal, seindah-indahnya cinta, adalah cinta yang didasarkan untuk menggapai ridhoNYA semata. Cinta seharusnya jadi jalan untuk meningkatkan ketaqwaan. Misal, seorang suami mencintai istri dan anak-anaknya. Maka dia bekerja keras untuk menghidupi mereka. Jika cintaNYA hanya karena Tuhan, maka dia akan menjaga setiap rejeki yang mengalir dari tangannya adalah halallan toyiban. Karena setiap nafkah tersebut akan dimintai pertanggung jawabannya kelak. Sebaliknya, jika suami terlalu mencintai istri dan anaknya, dan sebagai buktinya, ia ingin anak dan istrinya hidup berkecukupan tanpa kekurangan harta, ia akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan rejeki. Bahkan yang haram pun di embat pula. Naudzubillah. Tidak sadarkah ia bahwa setiap perbuatan akan mendapatkan balasan?
Tentu selain contoh diatas masih banyak sekali contoh yang lain. Sidang pembaca pasti bisa mendapatkannya disekitar Anda sekalian.
Nah, bagaimana menurut Anda??
0 comments:
Post a Comment